Filosofi Konsep Added Value untuk Insan Pertanian Indonesia

on 15.17


Oleh: Arief Rakhman Hakim/Teknologi Industri Pertanian IPB


Indonesia sebuah negara dengan segala kekayaan alamnya yang melimpah sempat mencuri perhatian dunia dengan segala potensinya. Dunia mencatat setidaknya Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara penghasil kelapa sawit, urutan pertama negara yang memiliki potensi perairan terbesar dunia, urutan ke lima negara penghasil teh, urutan pertama potensi tambang di dunia, serta urutan pertama negara dengan luas perkebunan kelapa dunia. Kekayaan potensi ini pula yang menyebabkan Indonesia dijajah oleh negara lain selama ratusan tahun lamanya.

Kini, genap 64 tahun usia Indonesia. Masa yang seharusnya saat ini kita melihat Indoensia menjadi negara yang maju dengan basis pertanian sebagai modal utama dari potensi wilayah yang ada. Namun hingga saat ini, kita masih setia mengekor negara-negara tetangga yang notabene usia kemerdekaannya relatif lebih muda. Beberapa komoditi penting terpaksa mengimpor dari negara tetangga, teknologi-teknologi tepat guna dan canggih masih jauh dari saingan sekelas negara Jepang bahkan Malaysia.

Perkembangan dunia global semakin cepat dan dinamis. Kita sebagai orang-orang yang diproyeksikan mampu mengembalikan harapan pertanian Indonesia mesti menyadari akan kondisi seperti ini, sehingga saatnya nanti dapat berkontribusi untuk membawa negara Indonesia sebagai negara agraris yang makmur dan sejahtera. Namun, apakah kita sudah siap dengan amanah besar tersebut? Penulis mencoba memberikan paradigma berpikir seorang agroindustrialis yang hingga saat ini dirasa sangat kurang.

Human Indeks Development yang dikeluarkan oleh UNDP (United Nation Development Programme) pada tahun 2007 menempatkan Indonesia dalam urutan 108 dari 177 negara. Indonesia bahkan kalah dari Thailand yang menempati urutan 74 dan Filipina urutan 84. Indonesia hanya lebih baik dari Timur Leste yang menempati urutan 142. Sehingga pantas saja jika kita sulit beranjak dari masalah yang mengurung pertanian Indonesia. Layaknya sebuah perumpamaan “Jangan sampai kita mati di lumbung padi sendiri” karena tidak dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah. Tentu tidak ingin hal tersebut menimpa kita.

Dibalik permasalahan pertanian Indonesia, generasi alumni jurusan pertanian dari berbagai Universitas dan Institut yang ada di seluruh Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi garda terdepan membangkitkan pertanian Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah para generasi alumni Teknologi Pertanian, Institut Pertnian Bogor (IPB).

Terlahir sebagai kaum elit minoritas yang dibekali dengan berbagai ilmu teknologi pertanian seharusnya tidak menyisakan ruang sedikit pun untuk berpaling dari permasalah pertanian Indonesia. Salah satu konsep penting yang harus emboded dalam jiwa kita adalah konsep Added Value beserta filosofinya.

Added value atau yang lebih lazim dikenal sebagai konsep nilai tambah secara definisi adalah memberikan nilai tambah secara kualitas terhadap suatu objek tertentu. Aspek kualitas sendiri dijabarkan oleh Garvin menjadi 8 dimensi, yaitu : Performance, Feature, Conformance, Durability, Reliability, Serviceability, Aesthetic, and Perceived Quality. Konsep added value selama ini hanya diterapkan pada atribut komoditas, namun hingga sejauh ini transformasi produk atau pengelolaan potensi sumber daya alam Indonesia masih sangat minim. Kondisi tersebut sekali lagi mencerminkan kualitas SDM yang harus ditingkatkan dengan konsep added value SDM Indonesia.

Aplikasi konsep added value terhadap SDM Indonesia untuk mengembalikan kesejahteraan Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Performance

Seorang agroindustriawan Indonesia harus memiliki skill yang mumpuni dalam melihat setiap peluang pengembangan pertanian. Performance ibaratnya merupakan nilai intrinsik seseorang yang dilihat sejauh mana dia senantiasa melibatkan dirinya dalam kebermanfaatan bersama masyarakat Indonesia. Untuk mencapai peak performance dapat dilakukan hal-hal berikut :

a) Rileks secara mental, perasaan tenang, dan konsentrasi tinggi dalam setiap derap langkah perjuangannya.

b) Percaya diri dan optimis ketika menghadapi tantangan baik lokal maupun global.

c) Fokus pada kekuatan sendiri dan berusaha menggunakan kekuatan untuk kebermanfaatan masyarakat.

d) Memiliki tingkat energi yang tinggi dengan emosi yang positif dalam mengejar capaian hidup.

e) Kesadaran yang tinggi terhadap kekuatan dan kelemahan diri sendiri.

2. Feature

Feature diartikan sebagai ciri, sifat, atau keistimewaan. Sebagai kaum elit minoritas yang mengusng pertanian Indonesia, berikut beberapa karakter yang wajib dimiliki versi penulis :

a) Agroindustriawan Indonesia harus mampu memberikan manfaat yang konkrit kepada pertanian Indonesia. Banyak cara untuk mewujudkan karakter ini, dari mulai membantu petani kecil hingga menciptakan lapangan pekerjaan merupakan hal-hal mulia yang dapat kita lakukan.

b) Kerja keras merupakan atribut tambahan yang harus menyertai setiap langkah juang kita. Kerja keras dalam konsep luas dapat diartikan sebagai etos kerja.

c) Ikhlas dan tidak pernah mengharapkan imbalan namun bermartabat di hadapan Sang Pencipta.

3. Conformance (Kesesuaian)

Seorang agroindustriawan harus memiliki kemampuan dan keahlian yang mampu menjawab setiap permasalahan agroindustri. Penciptaan teknologi tepat guna yang didedikasikan unutk menjawab permasalahan pertanian Indonesia merupakan salah satu bukti komitmen yang mengarah kepada kesesuaian. Lebih jauh lagi, compormance berbicara tentang visi hidup agroindustriawan yang solutif dan pro pertanian Indonesia.

4. Durability (Daya Tahan)

Kerja keras saja tidak cukup untuk mengangkat pertanian Indonesia, namun diperlukan daya tahan yang optimal untuk menghadapi segala permasalahan-permasalahan global. Tantangan dunia pertanian terletak pada bagaimana mengoptimalkan potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah sehingga tidak dikuasai asing, pengembangan teknologi pertanian, serta privatisasi asset Indonesia. Hal tersebut dapat diatasi dengan kemampuan yang diikuti semangat juang dan daya tahan yang tinggi.

5. Reliability (Dapat Dipercaya)

Hanya 12% dari 220 juta penduduk Indonesia yang diberi kesempatan untuk mengenyam perkuliahan, belum jika dihitung persentase yang mengambil jurusan pertanian, sangat kecil sekali jumlahnya. Sedangkan Soekarno pernah mengatakan dalam pidato politiknya bahwa masalah pertanian adalah masalah hidup dan mati bangsa ini. Sungguh besar kepercayaan para petani terhadap generasi agroindustriawan ini. Kepercayaan yang besar itu harus ditebus dengan kesungguhan kita mengusung pertanian.

6. Service Ability (kemampuan melayani)

Kemampuan melayani mengarahkan kita untuk menjadi seorang pemimpin atau yang lebih dikenal dengan servant leader. Pemimpin jangan didentikan dengan sebuah posisi, namun lebih ke arah sikap dan pelaksanaan tanggung jawab yang mengarah pada Pemimpin Pelayan. Oleh Robert K. Greenleaf dikategorikan terdapat 10 ciri khas karakter Pemimpin Pelayan :

a) Mendengarkan sambil merenungkan sebagai sarana menumbuhkan peran pemimpin-pelayan.

b) Empati.

c) Menyembuhkan. Pemimpin-pelayan membantu menyehatkan orang-orang disekitarnya, dan terutama adalah dirinya sendiri.

d) Kesadaran. Kesadaran membantu dalam memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai.

e) Persuasif. Karenanya, pemimpin pelayan efektif dalam membangun konsensus kelompok.

f) Konseptualisasi. Dia selalu mampu megidentifikasikan “impian besar” yang hendak dicapai serta berfikir melampui realita-realita saat ini.

g) Kemampuan meramalkan. Kemampuan meramalkan adalah ciri khas yang memungkinkan pemimpin-pelayan bisa memahami pelajaran dari masa lalu, realita masa sekarang, dan kemungkinan konsekuensi sebuah keputusan untuk masa depan.

h) Kemampuan melayani. Peter Block (pengarang buku Stewardship dan Empowered Manager) mendefinisikan kemampuan melayani mengandung pengertian memegang sesuatu dengan kepercayaan kepada orang lain dan mempunyai komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain.

i) Komitmen kepada pertumbuhan manusia. Pemimpin-pelayan sangat berkomitmen terhadap pertumbuhan pribadi, profesioanal, dan spiritual setiap individu di dalam organisasi.

j) Membangun masyarakat.

7. Aesthetic (seni)

Seni adalah bentuk ekspresi yang dicurahkan dari dalam jiwa manusia, disampaikan dalam berbagai bentuk dan diterima oleh indra. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa sesungguhnya tidak ada yang mendefinisikan bentuk seni itu harus seperti apa, asal dapat diterima oleh indera. Menjadi seorang agroindustriwan yang penuh dengan tantangan dan tekanan maka sudah pastinya seni menjadi atribut penting agar jiwa semangat kita tidak lantas mundur dengan berbagai problema yang dihadapi.

8. Perceived quality (kualitas yang diharapkan)

Nilai harapan para petani Indonesia terhadap mahasiswa sangatlah tinggi. Oleh karena itu, minimalnya kapabilitas seorang pengusung pertanian harus sama dengan dengan harapan publik. Up-grade setiap kemampuan kita dengan langsung terjun menjadi pelaku utama dalam membawa Indonesia yang lebih baik dengan basis sektor pertanian.

Kualitas SDM sangat menentukan ke arah mana kapal pertanian Indonesia ini akan dibawa. Sebelum jauh berlayar berbenturan dengan ombak yang lebih besar, maka pembenahan kualitas SDM menjadi kunci yang harus dilaksanakan. Setiap permasalahan yang ada pasti ada solusinya. Terlahir di negeri yang kata orang bilang “tongkat kayu pun jadi tanaman” maka menciptakan orang mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada adalah solusi yang tepat.

_Bangkitlah Pertanian Indonesia

Disinilah ku Mengabdi Untukmu Pertanian Indonesia_