Filosofi Konsep Added Value untuk Insan Pertanian Indonesia

on 15.17


Oleh: Arief Rakhman Hakim/Teknologi Industri Pertanian IPB


Indonesia sebuah negara dengan segala kekayaan alamnya yang melimpah sempat mencuri perhatian dunia dengan segala potensinya. Dunia mencatat setidaknya Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara penghasil kelapa sawit, urutan pertama negara yang memiliki potensi perairan terbesar dunia, urutan ke lima negara penghasil teh, urutan pertama potensi tambang di dunia, serta urutan pertama negara dengan luas perkebunan kelapa dunia. Kekayaan potensi ini pula yang menyebabkan Indonesia dijajah oleh negara lain selama ratusan tahun lamanya.

Kini, genap 64 tahun usia Indonesia. Masa yang seharusnya saat ini kita melihat Indoensia menjadi negara yang maju dengan basis pertanian sebagai modal utama dari potensi wilayah yang ada. Namun hingga saat ini, kita masih setia mengekor negara-negara tetangga yang notabene usia kemerdekaannya relatif lebih muda. Beberapa komoditi penting terpaksa mengimpor dari negara tetangga, teknologi-teknologi tepat guna dan canggih masih jauh dari saingan sekelas negara Jepang bahkan Malaysia.

Perkembangan dunia global semakin cepat dan dinamis. Kita sebagai orang-orang yang diproyeksikan mampu mengembalikan harapan pertanian Indonesia mesti menyadari akan kondisi seperti ini, sehingga saatnya nanti dapat berkontribusi untuk membawa negara Indonesia sebagai negara agraris yang makmur dan sejahtera. Namun, apakah kita sudah siap dengan amanah besar tersebut? Penulis mencoba memberikan paradigma berpikir seorang agroindustrialis yang hingga saat ini dirasa sangat kurang.

Human Indeks Development yang dikeluarkan oleh UNDP (United Nation Development Programme) pada tahun 2007 menempatkan Indonesia dalam urutan 108 dari 177 negara. Indonesia bahkan kalah dari Thailand yang menempati urutan 74 dan Filipina urutan 84. Indonesia hanya lebih baik dari Timur Leste yang menempati urutan 142. Sehingga pantas saja jika kita sulit beranjak dari masalah yang mengurung pertanian Indonesia. Layaknya sebuah perumpamaan “Jangan sampai kita mati di lumbung padi sendiri” karena tidak dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah. Tentu tidak ingin hal tersebut menimpa kita.

Dibalik permasalahan pertanian Indonesia, generasi alumni jurusan pertanian dari berbagai Universitas dan Institut yang ada di seluruh Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi garda terdepan membangkitkan pertanian Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah para generasi alumni Teknologi Pertanian, Institut Pertnian Bogor (IPB).

Terlahir sebagai kaum elit minoritas yang dibekali dengan berbagai ilmu teknologi pertanian seharusnya tidak menyisakan ruang sedikit pun untuk berpaling dari permasalah pertanian Indonesia. Salah satu konsep penting yang harus emboded dalam jiwa kita adalah konsep Added Value beserta filosofinya.

Added value atau yang lebih lazim dikenal sebagai konsep nilai tambah secara definisi adalah memberikan nilai tambah secara kualitas terhadap suatu objek tertentu. Aspek kualitas sendiri dijabarkan oleh Garvin menjadi 8 dimensi, yaitu : Performance, Feature, Conformance, Durability, Reliability, Serviceability, Aesthetic, and Perceived Quality. Konsep added value selama ini hanya diterapkan pada atribut komoditas, namun hingga sejauh ini transformasi produk atau pengelolaan potensi sumber daya alam Indonesia masih sangat minim. Kondisi tersebut sekali lagi mencerminkan kualitas SDM yang harus ditingkatkan dengan konsep added value SDM Indonesia.

Aplikasi konsep added value terhadap SDM Indonesia untuk mengembalikan kesejahteraan Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Performance

Seorang agroindustriawan Indonesia harus memiliki skill yang mumpuni dalam melihat setiap peluang pengembangan pertanian. Performance ibaratnya merupakan nilai intrinsik seseorang yang dilihat sejauh mana dia senantiasa melibatkan dirinya dalam kebermanfaatan bersama masyarakat Indonesia. Untuk mencapai peak performance dapat dilakukan hal-hal berikut :

a) Rileks secara mental, perasaan tenang, dan konsentrasi tinggi dalam setiap derap langkah perjuangannya.

b) Percaya diri dan optimis ketika menghadapi tantangan baik lokal maupun global.

c) Fokus pada kekuatan sendiri dan berusaha menggunakan kekuatan untuk kebermanfaatan masyarakat.

d) Memiliki tingkat energi yang tinggi dengan emosi yang positif dalam mengejar capaian hidup.

e) Kesadaran yang tinggi terhadap kekuatan dan kelemahan diri sendiri.

2. Feature

Feature diartikan sebagai ciri, sifat, atau keistimewaan. Sebagai kaum elit minoritas yang mengusng pertanian Indonesia, berikut beberapa karakter yang wajib dimiliki versi penulis :

a) Agroindustriawan Indonesia harus mampu memberikan manfaat yang konkrit kepada pertanian Indonesia. Banyak cara untuk mewujudkan karakter ini, dari mulai membantu petani kecil hingga menciptakan lapangan pekerjaan merupakan hal-hal mulia yang dapat kita lakukan.

b) Kerja keras merupakan atribut tambahan yang harus menyertai setiap langkah juang kita. Kerja keras dalam konsep luas dapat diartikan sebagai etos kerja.

c) Ikhlas dan tidak pernah mengharapkan imbalan namun bermartabat di hadapan Sang Pencipta.

3. Conformance (Kesesuaian)

Seorang agroindustriawan harus memiliki kemampuan dan keahlian yang mampu menjawab setiap permasalahan agroindustri. Penciptaan teknologi tepat guna yang didedikasikan unutk menjawab permasalahan pertanian Indonesia merupakan salah satu bukti komitmen yang mengarah kepada kesesuaian. Lebih jauh lagi, compormance berbicara tentang visi hidup agroindustriawan yang solutif dan pro pertanian Indonesia.

4. Durability (Daya Tahan)

Kerja keras saja tidak cukup untuk mengangkat pertanian Indonesia, namun diperlukan daya tahan yang optimal untuk menghadapi segala permasalahan-permasalahan global. Tantangan dunia pertanian terletak pada bagaimana mengoptimalkan potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah sehingga tidak dikuasai asing, pengembangan teknologi pertanian, serta privatisasi asset Indonesia. Hal tersebut dapat diatasi dengan kemampuan yang diikuti semangat juang dan daya tahan yang tinggi.

5. Reliability (Dapat Dipercaya)

Hanya 12% dari 220 juta penduduk Indonesia yang diberi kesempatan untuk mengenyam perkuliahan, belum jika dihitung persentase yang mengambil jurusan pertanian, sangat kecil sekali jumlahnya. Sedangkan Soekarno pernah mengatakan dalam pidato politiknya bahwa masalah pertanian adalah masalah hidup dan mati bangsa ini. Sungguh besar kepercayaan para petani terhadap generasi agroindustriawan ini. Kepercayaan yang besar itu harus ditebus dengan kesungguhan kita mengusung pertanian.

6. Service Ability (kemampuan melayani)

Kemampuan melayani mengarahkan kita untuk menjadi seorang pemimpin atau yang lebih dikenal dengan servant leader. Pemimpin jangan didentikan dengan sebuah posisi, namun lebih ke arah sikap dan pelaksanaan tanggung jawab yang mengarah pada Pemimpin Pelayan. Oleh Robert K. Greenleaf dikategorikan terdapat 10 ciri khas karakter Pemimpin Pelayan :

a) Mendengarkan sambil merenungkan sebagai sarana menumbuhkan peran pemimpin-pelayan.

b) Empati.

c) Menyembuhkan. Pemimpin-pelayan membantu menyehatkan orang-orang disekitarnya, dan terutama adalah dirinya sendiri.

d) Kesadaran. Kesadaran membantu dalam memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai.

e) Persuasif. Karenanya, pemimpin pelayan efektif dalam membangun konsensus kelompok.

f) Konseptualisasi. Dia selalu mampu megidentifikasikan “impian besar” yang hendak dicapai serta berfikir melampui realita-realita saat ini.

g) Kemampuan meramalkan. Kemampuan meramalkan adalah ciri khas yang memungkinkan pemimpin-pelayan bisa memahami pelajaran dari masa lalu, realita masa sekarang, dan kemungkinan konsekuensi sebuah keputusan untuk masa depan.

h) Kemampuan melayani. Peter Block (pengarang buku Stewardship dan Empowered Manager) mendefinisikan kemampuan melayani mengandung pengertian memegang sesuatu dengan kepercayaan kepada orang lain dan mempunyai komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain.

i) Komitmen kepada pertumbuhan manusia. Pemimpin-pelayan sangat berkomitmen terhadap pertumbuhan pribadi, profesioanal, dan spiritual setiap individu di dalam organisasi.

j) Membangun masyarakat.

7. Aesthetic (seni)

Seni adalah bentuk ekspresi yang dicurahkan dari dalam jiwa manusia, disampaikan dalam berbagai bentuk dan diterima oleh indra. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa sesungguhnya tidak ada yang mendefinisikan bentuk seni itu harus seperti apa, asal dapat diterima oleh indera. Menjadi seorang agroindustriwan yang penuh dengan tantangan dan tekanan maka sudah pastinya seni menjadi atribut penting agar jiwa semangat kita tidak lantas mundur dengan berbagai problema yang dihadapi.

8. Perceived quality (kualitas yang diharapkan)

Nilai harapan para petani Indonesia terhadap mahasiswa sangatlah tinggi. Oleh karena itu, minimalnya kapabilitas seorang pengusung pertanian harus sama dengan dengan harapan publik. Up-grade setiap kemampuan kita dengan langsung terjun menjadi pelaku utama dalam membawa Indonesia yang lebih baik dengan basis sektor pertanian.

Kualitas SDM sangat menentukan ke arah mana kapal pertanian Indonesia ini akan dibawa. Sebelum jauh berlayar berbenturan dengan ombak yang lebih besar, maka pembenahan kualitas SDM menjadi kunci yang harus dilaksanakan. Setiap permasalahan yang ada pasti ada solusinya. Terlahir di negeri yang kata orang bilang “tongkat kayu pun jadi tanaman” maka menciptakan orang mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada adalah solusi yang tepat.

_Bangkitlah Pertanian Indonesia

Disinilah ku Mengabdi Untukmu Pertanian Indonesia_

Kedaulatan Pangan, Jalan Keluar Krisis Pangan Indonesia

on 18.22


Oleh : Arief Rakhman Hakim/Teknologi Industri Pertanian/IPB

Krisis pangan adalah masalah klasik bangsa ini, sebuah ironi bagi negara agraris yang tanahnya subur dan gemah ripah loh jinawi. Krisis pangan saat ini terjadi dimana kebutuhan pangan Indonesia telah tergantung kepada impor, dan harganya naik tak terkendali. Namun harus diperhatikan, bahwa krisis pangan yang terjadi di Indonesia bukanlah sebab yang akan berdampak pada hal lain (kemiskinan, pengangguran). Fenomena ini adalah sebuah akibat dari kebijakan dan praktek privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi.

Privatisasi; Akar dari masalah ini tidak hanya parsial pada aspek impor dan harga seperti yang sering didengungkan oleh pemerintah dan pers. Lebih besar dari itu, ternyata negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya kedaulatan, yakni kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan. Saat ini di sektor pangan, kita telah tergantung oleh mekanisme pasar yang dikuasai oleh segelintir perusahaan raksasa.

Privatisasi sektor pangan tentunya tidak sesuai dengan mandat konstitusi RI, yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Faktanya, Bulog dijadikan privat, dan industri hilir pangan hingga distribusi (ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan asing. Mayoritas rakyat Indonesia jika tidak bekerja menjadi kuli di sektor pangan, pasti menjadi konsumen atau end-user. Privatisasi ini pun berdampak serius, sehingga berpotensi besar dikuasainya sektor pangan hanya oleh monopoli atau oligopoly seperti yang sudah terjadi saat ini.

Liberalisasi; krisis pangan juga disebabkan oleh kebijakan dan praktek yang menyerahkan urusan pangan kepada pasar (1998, Letter of Intent IMF), serta mekanisme perdagangan pertanian yang ditentukan oleh perdagangan bebas (1995, Agreement on Agriculture, WTO). Akibatnya negara dikooptasi menjadi antek perdagangan bebas. Negara ini pun melakukan upaya liberalisasi terhadap hal yang harusnya merupakan state obligation terhadap rakyat. Market access Indonesia dibuka lebar-lebar, bahkan hingga 0 persen seperti kedelai (1998, 2008) dan beras (1998). Sementara domestic subsidy untuk petani kita terus berkurang (tanah, irigasi, pupuk, bibit, teknologi dan insentif harga). Di sisi lain, export subsidy dari negara-negara overproduksi pangan seperti AS dan Uni Eropa—beserta perusahaan-perusahaannya—malah meningkat. Indonesia pun dibanjiri barang pangan murah, sehingga pasar dan harga domestik kita hancur (1995 hingga kini). Hal ini jelas membunuh petani kita.

Deregulasi;
beberapa kebijakan sangat dipermudah untuk perusahaan besar yang mengalahkan pertanian rakyat. Seperti contoh UU No. 1/1967 tentang PMA, UU No. 4/2004 tentang Sumber Daya Air, Perpres 36 dan 65/2006, UU No. 18/2003 Tentang Perkebunan, dan yang termutakhir UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Dengan kemudahan regulasi ini, upaya privatisasi menuju monopoli di sektor pangan semakin terbuka. Hal ini semakin parah dengan tidak diupayakannya secara serius pembangunan koperasi-koperasi dan UKM dalam produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan.

Dengan sistem kebijakan dan praktek ini, Indonesia kini tergantung kepada pasar internasional (harga dan tren komoditas). Maka saat terjadi perubahan pola-pola produksi-distribusi-konsumsi secara internasional, kita langsung terkena dampaknya. Kasus kedelai 2008 ini sebenarnya bukanlah yang pertama, karena ada kasus-kasus sebelumnya (beras pada tahun 1998, susu pada tahun 2007, dan minyak goreng pada tahun 2007). Hal ini akan sedikit banyak serupa pada beberapa komoditas pangan yang sangat vital bagi rakyat yang masih tergantung pada pasar internasional: beras, kedelai, jagung, gula, singkong dan minyak goreng.

Dalam jangka pendek dan menengah, masalah krisis pangan sebenarnya terkait dengan 3 hal yakni (1) produksi pangan; (2) luasan lahan; dan (3) tata niaga pangan. Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut, maka solusi jangka pendek yang dapat menjadi solusi versi penulis adalah:

1. Mematok harga dasar pangan yang menguntungkan petani dan konsumen.

2. Memberikan insentif harga kepada petani komoditas pangan (terutama beras, kedelai, jagung, singkong, gula dan minyak goreng) jika terjadi fluktuasi harga. Hal ini sebagai jaminan untuk tetap menggairahkan produksi pangan dalam negeri.

3. Mengatur kembali tata niaga pangan. Pangan harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

4. Menyediakan insentif bagi petani komoditas pangan, terutama bibit, pupuk, teknologi dan kepastian beli

5. Memberikan dukungan pelembagaan organisasi petani komoditas pangan, yakni kelompok tani, koperasi, dan ormas tani

Memaknai Kepahlawanan di Masa Kini, Implementasi Sejati Lewat Sinema

on 05.22


Oleh : Arief Rakhman Hakim

Teknologi Industri Pertanian/43

Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut 63 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.

Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat lewat siaran-siarannya radionya. Ruslan Abdul Gani yang meninggal beberapa waktu lalu, adalah salah seorang pelaku sejarah waktu itu.

Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.

Teringat sebuah kata menggugah dari salah satu Founder bangsa ini bahwa ”Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya”. Pada hakikatnya kita belumlah sepenuhnya merdeka. Pendidikan kita masih tertinggal oleh saudara-saudara kita di negeri seberang sana, kesejahteraan bangsa kita masih dalam rancangan dan angan-angan para pejabat di kursi sana. Sehingga secara tidak langsung keberlangsungan hidup bangsa ini sedikit banyak masih dijajah oleh bangsa lain. Benarkah kita sudah merdeka??

Dulu dan sekarang adalah dua dimensi waktu yang berbeda. Kini tiba saatnya pemuda menjadi tumpuan harapan bangsa. Sosok pemuda yang kritis dan peduli terhadap lingkungan menjadi aset penting tonggak perubahan bangsa. Pemuda saat ini harus mampu memberikan makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November.

Sebagai sebuah media (untuk berkomunikasi, study, berekspresi, berbagi, dll), sinema memiliki ruang untuk diisi dengan pesan/informasi. Dengan memanfaatkan ini, transformasi nilai kepahlawanan dapat diserap maksimal oleh para sufi (suka film_baca:pecinta film). Pencinta sinema dapat mengolahnya menjadi sebuah pemikiran, refleksi, dan sintesa yang artikulatif, serta mendorongnya sebagai alat untuk melakukan aktivitas transformatif di masyarakat yang mencerahkan. Minimalnya ada 5 point yang diberdayakan dalam pemanfaatan media sinema : Pertama, sebagai media diseminasi pemikiran kritis. Kedua, sebagai media komunitas. Ketiga, sebagai media dokumentasi, Keempat, sebagai media silaturahmi sosial dan budaya. Kelima, sebagai bahan kajian ilmiah.

Departemen Politik dan Kajian Strategis yang berada dalam naungan Badan Eksekutif Mahasiswa Fateta seakan memberikan inspirasi kepada publik mahasiswa IPB pada umumnya untuk memaknai kepahlawanan lewat sinema. Di tengah publik Indonesia dikecam dengan berbagai sodoran negatif terhadap perfilman Indonesia, ternyata mampu memberikan kemasan berbeda dengan penayangan film kebangsaan. Sinema sebagai media yang begitu kental dengan jiwa muda para mahasiswa dipastikan mampu menyentuh nurani mahasiswa untuk membangkitkan semangat kepahlawanan dan mentransformasikannya dalam menghadapi tantangan zaman di abad 21 ini.

Pahlawan tidak pernah mati, walau hari ini telah tiada, sebab jiwa kepahlawanan akan terus terwarisi pada generasi berikutnya. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Insan pertanian ditunggu kontribusinya dalam mengangkat kesejahteraan petani Indonesia. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, makna hari pahlawan tidak hanya pada moment 10 November saja, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Bukan sebuah penobatan pahlawan yang harus kita harapkan, namun bangsa ini membutuhkan nilai-nilai kepahlawanan dan publik akan memberikan apresiasi itu jika kita memberikannya dengan diringi sebuah ketulusan.

Hari ini kita merayakan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pejuang pada masa silam lewat sinema. Kita bertanya pada diri sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar. Itulah pahlawan sekarang.


Resensi Buku Spiritual Capital

on 21.58

Oleh : Arief Rakhman Hakim


Judul : Spiritual Capital

Penulis : Danah Zohar dan Ian Marshall

Penerbit : Bloomsbury, London

Tahun : 2004

Topik utama dalam buku ini membahas tentang bagaimana membangun kesadaran individu tentang motivasi hidup yang lebih tinggi dan akan membawa perubahan pada lingkungannya dalam segala aspek kehidupan. Kata kuncinya adalah “wealth” yang diterjemahkan penulis sebagai factor yang membuat kita mampu meningkatkan kualitas hidup. Kita sering berbicara tentang kekayaanbakat, karakter dan nasib baik, tetapi dalam dunia modern, kekayaan itu bergeser menjadi kekayaan yang hanya bersifat material dan financial.

Modal spiritual adalah sumber kekayaan yang membuat kita bisa bertahan hidup yang menyentuh aspek paling mendasar dalam hidup kita. Pemahaman, nilai dan motivasi tertinggi dalam manuysia terakumulasi dalam modal spiritual. BAgi sebuah organisasi, modal spiritual adalah sebuah visi dan model berkelanjutan dalam kerangka kepedulian terhadap komunitas dan dunia sekitar. Praktek bisnis memiliki nilai filosofi tersendiri yang bersentuhan dengan nasib kemanusiaan dan masa depan dunia secara keseluruhan. Jika kita hanya mengeksploitasi sumbner daya alam tanpa kendali, maka kita seperti membunuh diri sendiri dan menghancurkan alam. Itulah alasan yang melatar belakangi kecemasan manusia terhadap fenomena global warming dan climate change. Dunia terancam binasa karena ulah manusia.

Penulias membedakan sumber yang diperlukan untuk membangun kualitas hidup manusia terdiri dari : modal material (bersumber Dario kecerdasan rasional/IQ), modal social (bersumber dari kecerdasan emosional/EQ), dan modal spiritual (keerdasan spiritual/SQ). IQ yang tinggi membuat kita mampu berpikir, sedangkan EQ yang tinggi membuat kita peka dan EQ yang tinggi membuat kita mengetahui siapa kita yang sebenarnya. Masing-masing sumber dan modal itu memberikan kontribusi untuk membentuk jati diri setiap individu.

Dengan menggunakan teori complex adaptive system yang diadopsi dri ilmu fisika, penulis menetapkan 12 prinsip perubahan yang terjadi dalam tataran individu dan organisasi. Yaitu self awarness, spontaneity, vision and value Ied, Holism, Celebration of diversity, Field-indefendence, Asking why, reframe, positive use of diversity, Humility, dan sense of vocation.

Penulis membeberkan konsepnya dengan bahsa yang mudah dicerna dan menguraikan sejumlah ilustrasi yang memperkuat pemahaman pembaca Selain itu, juga disodorkan kerangka implementasi bagi proses perubahan yang dapat diukur dalam diri setiap manusia atau lembaga.

Kualitas buku ini bisa terlihat dari pujian yang diungkapkan oleh para komentator seperti Peter Senge, Direktur MIT Center for Organizational Learning. Senge menyatakan “Danar Zohar telah memperlihatkan pandangan radikal tentang alam semesta yang dibentuk dari sains modern dapat menghubungkan kita satu sama lain, dan alam, dan kesadaran diri dan lokasi. Spiritual capital melanjutkan perjalanan mudik menuju fitrah, memperlihatkan kita bisa menciptakan cara kerja dan cara hidup bersama berdasarkan pengendalian kecerdasan spiritual dan pembangunan modal spiritual”.

Buku ini ditulis oleh sepasang suami-istri Danar Zohar dan Ian Marshall. Zohar adalah seorang ahli fisika yang keudian memperdalam filsafat dan sehari-hari menjadi instruktur dalam pelatihan manajeman. Ia memberikan kuliah global untuk perusahaan-perusahaan besar termasuk yayasan dan organisasi pendidikan. Sementara Marshall adalah ahli psikiatri dan psikoterapis. Sebelum menerbitkan buku ini, keduanya telah bekerjasama menulis buku The Quantum Self, Rewiring the Corporate Brain, dan SQ:The Ultimate Inteligence.

Untuk menegaskan pentingnya membangun modal spiritual, penulis mengutip Jung : “Dalam hidup kita yang paling pribadi dan paling subyektif, kita bukanlah penonton pasif dari perjalanan umur kita. Kita bukanlah korban semata, tetapi juga pembentuk hidup ini. Kita membuat kisah perjuangan kita sendiri.” Perubahan terjadi karena tekad manusia bertemu dengan izin Allah. Itulah esensi hidup kita yang sebenarnya.