Ketika Sebuah Pernyataan Berbenturan dengan Kenyataan (Renungan Seorang calon Sarjana Teknologi Pertanian)

on 03.46

Oleh : Arief Rakhman Hakim

Dalam sebuah langkahnya yang mantap menuju kampus perjuangan, terkadang kita tersenyum sendiri dengan pikiran yang menerawang jauh entah kemana, mengkolaborasikan masa lalu dan masa sekarang. Dulu hanyalah sebuah mimpi aku dapat kuliah di tempat favorit yang melahirkan seorang presiden sekelas Susilo Bambang Yudhoyono. Masuk melalui seleksi Ujian Saringan Masuk yang sangat ketat, melewati kenangan indah di asrama TPB, bahkan aku dapat duduk di bangku kuliah departemen Teknologi Industri yang katanya paling favorit saat itu. Tapi toh kenyataannya aku mengalami itu semua, ah aku memang luar biasa. Begitu pikir kesombonganku dan aku pun yakin hal seperti ini pernah teralami oleh rekan-rekan pembaca.
Dalam senyum yang menggelitik itu aku terhenyak di waktu yang berlainan. Ketika itu aku terlibat perbincangan dengan pendiri Master (Service Computer di daerah Bara) yakni Bang Marwan asal Medan. Iseng-iseng cari tahu rahasia sukses dalam mendirikan sebuah bisnis, aku malah ditanya sudah punya bisnis apa belum. Dengan mantap aku jawab sudah, aku punya bisnis nata de coco yang cukup sederhana adanya, kondisinya maupun pabriknya memang seadanya. Beliau menyarankan untuk mengganti gula dengan HFS (High Fructose Syrup) yang memiliki kandungan kolesterol yang lebih rendah sehingga cocok untuk semua orang. Sejenak aku mengkernyitkan dahi,seolah mengingat bahwa aku pernah mendengar istilah HFS ini. Sebagai dari jurusan Teknologi Industri Pertanian akupun tak mau kalah tanggap. Sekenanya aku menjawab, wah kalau memakai HFS biaya produksinya tinggi Bang. Bang Marwan yang ternyata telah 6 tahun kuliah ++(plus wirausaha_red) di negeri Paman Sam ini langsung menyelak, lebih mahal gula dong, karena membuat HFS itu tinggal mencacah tongkol jagung lalu dieksrak sukrosanya. Mati gue salah jawab,,
Di Lain kesempatan, aku diberi kesempatan untuk berkunjung ke daerah gadog-Ciawi. Niatku tak lain adalah untuk berkonsultasi dan membangun relasi dengan seorang Raja Lele Sangkuriang terkenal, Bapak H. Nasrudin namanya. Terkenal dengan usahanya dalam mengelola lele sangkuriang, bahkan mendapat pengakuan sebagai Raja Lele Sangkuriang membuat tempat kediamannya selalu ramai dikunjungi oleh berbagai pihak dengan berbagai tujuan, dari mulai masyarakat biasa, LSM, pejabat pemerintah lokal, hingga pejabat di pemeintahan pusat. Namun walaupun begitu, kedatangan kami tetap disambut dengan sangat ramah sekali, padahal hanya mahasiswa biasa. Disela perbincangan, beliau menanyakan asal fakultas kami. Dengan mantap aku menjawab Fakultas Teknologi Pertanian. Lho, apa hubungannya dengan usaha budidaya lele? Bapak yang tidak pernah mengenyam bangku sekolahan ini bertanya penuh tanda tanya. Mungkin pengolahan pasca panennya ranah kami pak, sekenanya rekan aku menjawab. Oh, mungkin seperti industri pengalengan ikan lele ya dek..Kepala ikan lele dalam kemasan kaleng, atau industri kerupuk ikan lele. Pernyataan Pak Nas diikuti dengan anggukan mantap kami. Namun kondisi berubah seketika tatkala Pak Nas bertanya kira-kira berapa modal yang diperlukan untuk mendirikan industri pengalengan ikan dalam skala rumah tangga ya dek? Gubrak,,aku dan kawanku hanya bisa saling pandang tanda tidak tahu. Kondisi horor itu tidak berhenti disitu, dilanjutkan dengan pertanyaan, mesinnya apa saja ya dek untuk membuat indsutri pengalengan ikan itu?? Kembali hanya gelengan kepala yang kami berikan. Gawat..pikirku dalam hati. Dimana kredibilitasku sebagai seorang calon sarjana teknologi industri? Pantaskah aku lulus di tahun 2010?
Mari kita merenung kawan, kisah nyata ini boleh jadi menjadi bahan renungan kita semua. Kebanggaan kita terhadap kondisi saat ini terkadang putus pada rentang waktu kebahagiaan saja, padahal rentang waktu masa depan telah menanti dengan penuh tantangannya. Kapabilitas kita tidak diukur dari seberapa banyak SKS yang diambil selama perkuliahan, dimana kita meniti pendidikan, atau seberapa banyak orang sukses yang satu home base dengan kita. Namun mulailah untuk menyadari bahwa kebanggan itu harus datang dari kepuasan diri sendiri. Dan penulis ingatkan bahwa orang yang puas pada satu titik sejenak saja maka akan tertinggal jauh dan lama oleh orang lain yang tidak pernah puas meningkatkan kapabilitas diri.
Gelar sarjana merupakan gelar yang cukup prestisius, bahkan akhir-akhir ini kita sering mendengar program yang dikeluarkan oleh Rumah Zakat Indonesia (RZI) yang memberikan beasiswa dan pembinaan dengan tujuan satu desa satu sarjana. Disinilah kita dapat melihat secara objektif harapan yang ditimpakan pada seorang sarjana, yakni membangun negara Indonesia yang lebih baik dengan berawal dari regional yang paling kecil yakni desa. Kini gelar sarjana ada di depan mata, sudah siapkah kita untuk menyongsong beban berat tersebut? Sudah matangkah ilmu-ilmu yang ditimba di tempat pertanian ini? Silakan jawab dalam hati masing-masing kawan..
Semester akhir kadang menimbulkan syndrom tersendiri yang jauh lebih ganas dari sekedar syndrom sakit kepala atau yang sejenisnya. Bagaimana tidak disebut sebagai sebuah syndrom akut, ditengah kelenggangan aktivitas dan tuntutan untuk melaksanakan penelitian terkadang kita terjebak pada 5 hal : Tidur, Games, Bisnis, Penelitian, dan Review. Semuanya memiliki dampak positif dan negatif tersendiri. Games dan tidur jelas menimbulkan dampak negatif, saking luangnya jika dua hal ini mendapatkan porsi yang lebih besar dari tiga hal lainnya maka pikir ulang kembali untuk lulus di tahun 2010 atau yang ngebet ingin lulus pun jangan kecewa jika tidak kesampaian.
Bisnis memberikan sensasi tersendiri ketika dijalankan dalam status kita masih sebagai mahasiswa. Tentu ini sangat baik sebagai modal latihan kerja dan persiapan dunia pasca kampus. Namun hati-hati kawan, banyak yang menunda kelulusan hanya karena sibuk berbisnis. Ir. Nadjik Sang Legenda Sukses TIN yang mendirikan PT Kelola Mina Laut berujar bahwa “Segeralah kalian lulus, baru berbisnis, itu adalah keputusan yang paling tepat yang saya rasakan!!”. Berbisnis ini korelasi dekatnya adalah dengan kegiatan penelitian, bahwa jangan sampai gara-gara berbisnis agenda penelitian kita berantakan. Tentukan prioritas dengan baik. Dan hal yang terakhir adalah review kompetensi yang telah diberikan dosen selama 3,5 tahun terakhir. Jangan pernah berpikir bahwa kompetensi kita adalah tema penelitian kita. Kompetensi kita adalah core base kita, yakni agroindustri.
Selamat menempuh semester akhir kawan, berikan porsi utama pada tiga hal terakhir, yakni bisnis, penelitian, dan review, serta dilengkapi dengan games dan tidur untuk refreshing 

3 komentar:

YULIA NURHUSIN mengatakan...

Setuju 100%!!!!

SEMANGAT^^

Ago mengatakan...

Arif, isi blognya mantep nih...
boleh yah comot2 sedikit yang pantes buat isi blog aku... hohoho....

Mau komentar tentang pengelaman ditanya2 waktu berkunjung untuk nanya2 usaha. waktu itu ku juga pernah ditanya gitu sama bapaknya ajias...
waktu mau usaha ikan.
pertanyaanya berapa luas kolam dan kedalaman yang dibutuhkan? bibit yang mau dimasukan? harganya? pakannya beli dimana dan pake apa?
huhuhuhu...

jadi malu....

Ciamis_Leader mengatakan...

he,,,yoi,,go,,ajarin biar blog jadi rame dikunjungi dunk!!

Posting Komentar